4 min read

Studi Kasus: Pekerja Film

Habis-habisan Pekerja Lepas

Sebagaimana sektor lain dalam industri kreatif dan media, pekerja di sektor film sebagian besarnya berstatus pekerja lepas. Sistem kerja berbasis proyek atau kontrak sudah terjadi sejak sangat lama dalam produksi film. Namun demikian, dengan fleksibilitas kerja tersebut, ketidakpastian kerja selalu menghantui kru produksi dari satu proyek ke proyek lain. Kondisi ini semakin diperparah dengan ketatnya persaingan dalam mendapatkan proyek film. Paling tidak, ada 23–35 ribu kru produksi yang bersaing untuk mengerjakan proyek-proyek film yang rata-rata hanya seratusan film per tahunnya. Selain faktor persaingan dan peluang yang kecil dalam mendapatkan pekerjaan, kurangnya literasi mengenai sistem bekerja yang layak dan kesadaran untuk berserikat, serta minimnya kekuatan kolektif untuk memperjuangkan hak mereka sebagai pekerja juga menjadi tantangan bagi pekerja film itu sendiri.

 Lebih dari itu, beratnya beban kerja adalah hal lain yang menambah kerentanan pekerja di sektor film. Jam kerja berkepanjangan (overwork), minimnya perlindungan hak normatif, dan rentannya sistem kerja fleksibel adalah setidaknya tiga masalah utama kru produksi film yang ditemukan SINDIKASI (2022) dalam risetnya bersama dengan asosiasi profesi sinematografer (Indonesian Cinematographers Society):

  • Rata-rata jam kerja dalam satu hari syuting atau produksi film adalah 16-20 jam, atau setara 80-100 jam dalam sepekan. Jumlah ini jauh di atas jam kerja yang diamanatkan undang-undang (7-8 jam sehari, 40 jam sepekan). 
  • Kurangnya waktu istirahat. Mayoritas responden (55,86%) mengaku waktu istirahat mereka tidak pernah jelas, 24,43% lainnya merasa tidak memiliki cukup waktu istirahat.
  • Dengan jam kerja yang panjang (overwork), pekerja film berisiko tinggi mengalami persoalan kesehatan seperti penyakit jantung iskemik dan stroke hingga risiko meninggal dunia. Risiko ini merujuk pada panduan World Health Organization (WHO) yang menyebutkan bahwa bekerja melebihi 55 jam dalam sepekan merupakan serious health hazard yang dapat meningkatkan risiko meninggal dunia akibat penyakit-penyakit tersebut.
  • Persoalan kesehatan ini juga belum didukung oleh penyediaan asuransi atau jaminan sosial. Meskipun wajib diberikan oleh pemberi kerja, asuransi seperti BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan belum dimiliki oleh sebagian besar pekerja film. Hanya 11,7 persen responden yang memiliki BPJS Ketenagakerjaan, 54,1% BPJS Kesehatan dan 31,42% asuransi kesehatan swasta.
  • Jam kerja yang panjang tidak diiringi kompensasi upah lembur. Dalam produksi film, overtime umumnya mulai diberlakukan selepas pukul 24. Riset ini menunjukkan bahwa 59,1% responden mengaku kompensasi upah lembur mereka dapatkan secara tidak menentu dan 33,16% mengaku tidak pernah mendapat kompensasi sama sekali.
  • Pemberi kerja sering kali ingkar janji terkait waktu pembayaran upah, sehingga pekerja film mengalami keterlambatan pembayaran upah, upah tidak dibayar penuh, atau bahkan tidak dibayarkan sama sekali. Pelanggaran upah oleh pemberi kerja sering kali tidak terdokumentasi dan tidak terlaporkan.

Kondisi-kondisi di atas dapat merefleksikan situasi besar pekerja film selama setidaknya 20 tahun terakhir, mengingat bahwa subjek yang diteliti dalam riset ini mewakili beberapa profesi kru produksi film (sinematografer, sutradara, dll.) yang telah bekerja selama 10-20 tahun untuk memproduksi film panjang dan iklan.

Turnover

Dalam riset filmindonesia.or.id bersama Bekraf pada 2019, ditemukan tingginya jumlah turnover pekerja film. Turnover berarti kecenderungan kru produksi film yang tidak lagi meneruskan karirnya di film. Jumlahnya terbilang signifikan, lebih dari separuh pekerja film (64%) tidak lagi bekerja menjadi kru, setelah produksi film pertamanya. Dengan tingginya tingkat turnover, maka potensi untuk menghasilkan karya yang berkualitas semakin berkurang, mengingat pekerja yang sudah berpengalaman ini tidak lagi terlibat di dalam produksi film. Tingginya jumlah pekerja yang keluar dari industri ini merupakan problem yang patut dicurigai memiliki korelasi dengan rentannya kondisi pekerja film, sebagaimana poin bahasan sebelumnya. Beberapa asumsinya, antara lain, karena ketidakpastian masa depan kerja di film dengan sistem kerja fleksibelnya, yang sangat bergantung pada siapa inisiator dari proyek/produksi film tersebut—dan seberapa baik hubungan yang terjalin antara kru pekerja film dengan pemberi kerja. Juga, kondisi overworked atau beratnya beban kerja yang tidak diiringi dengan jaminan sosial dan pelanggaran pembayaran upah.  

Pekerja Film: Lebih dari Kru Produksi

Kondisi-kondisi di atas bahkan belum cukup untuk menggambarkan profesi pekerja film lainnya yang sangat beragam dan spesifik. Pekerja film tidak berarti hanya kru produksi atau orang-orang yang bekerja untuk memproduksi film saja (bidang: produksi)—umumnya merujuk pada “99 Profesi Bidang Produksi Film”. Sebagai contoh, jumlah pekerja di bidang ekshibisi bioskop (jaringan bioskop Cinema XXI, CJ-CGV, dst.) saja diasumsikan berjumlah sekitar 15 ribu orang. Ini belum termasuk bentuk-bentuk profesi lain seperti bidang pengarsipan (arsiparis film, peneliti, dll.), edukasi (guru/dosen, fasilitator, penulis kajian dan kritik film, dll), atau distribusi dan pemutaran film alternatif (film programmer, distributor film pendek, penyelenggara festival film, dll.). Perlu dicatat pula bahwa sebagian besar atau hampir seluruhnya berstatus pekerja lepas, yang artinya berpotensi mengalami kerentanan serupa dengan kru produksi. Catatan: diperlukan riset lebih jauh untuk memetakan kondisi pekerja lainnya dalam ekosistem film yang lebih luas.


Untuk memahami modul Masalah Struktural Pekerja dengan lebih utuh, sila membaca dua artikel berikut:

Masalah Struktural Pekerja
Selamat datang di Diksarser🎶 alias Pendidikan Dasar Serikat🪇 Jangan lupa baca panduannya dulu sebelum berselancar ke dalam materi-materi yang tersedia di platform ini ☝️👀🖤
Pekerja Urban dan Isu-Isu Selingkarnya
Selamat datang di Diksarser🎶 alias Pendidikan Dasar Serikat🪇 Jangan lupa baca panduannya dulu sebelum berselancar ke dalam materi-materi yang tersedia di platform ini ☝️👀🖤
Materi ini akan senantiasa dikembangkan merespon kebutuhan calon anggota. Jangan ragu untuk menghubungi kami melalui surel [email protected] (sertakan subjek: Diksarser) apabila kamu memiliki pertanyaan lebih lanjut atau masukan untuk perbaikan.